Antologi Puisi
Abdurrahman Khazin (2)
ALIF
Aku bukan alif
Tegak berdiri bak salip
Sebagai simbol agama yang dhaif
Tuhan mereka yang naif.
Akulah alif yang menjelma jadi
kata-kata
Berkembang jadi aksara.
Dibaca dicerna
Berguna bagi nusa dan bangsa.
Alif bukan berarti pasif,
Tapi alif aktif, positif.
Surabaya, 30/3/’14
TIKUS JALANAN
Sangat pantas disandang
Menyandang gelar di lorong-lorong
Tikus-tikus jalanan melong-long
Mencari mangsa, hilang
Datang.
Mereka itu koruptor
Bertangan kotor
Tikus berekor
Sebagai gelar kerjanya yang kotor.
Mereka berwujud lain di hadapan
kucing
Sebisa mungkin ngaling
Mereka berwajah banyak, maling
remang-remang.
Mereka makan hak orang lain
Penindasan jadi kegemaran
Terkutuklah kau..!
Surabaya, 3/4/’14
PEMIMPIN
Semuanya butuh pemimpin.
Negara
Nusa
Bangsa
Bahkan rumah tangga,
Semua butuh pemimpin.
Pemimpin yang berjiwa penyayang
Bukan pengekang,
Apalagi pembangkang.
Pemimpin yang adil
Bukan prekedil,
Apalagi menjadikan rakyat kerdil
Pemimpin yang jujur
Bukan yang suka simpang siur,
Apalagi yang suka geluyur.
Pemimipin mewakili
Rakyat diwakili
Bukan menghianati,
Apalagi memeras dan menyakiti.
Tugas pemimpin
Siapapun kapanpun
Dia wajib mengayomi
Sekali lagi!
Pemimpin harus penyayang, adil,
jujur
Jadi wakil juga pengayom rakyat.
Surabaya, 4/4/’14
PANCING
Mula-mula iseng
Kemudian, membuat hati senang
Memancing ikan di sungai, tambak,
laut yang disediakan Tuhan
Sungguh kegiatan yang menyenangkan.
Surabaya, 6/4/’14
PERINGATAN
Diri seorang hamba yang dicipta
Tak luput dari salah dan dosa
Salah kecil, dan kecil menimpa
Jarang terasa, mayoritas merasa
Tak ingin, tapi memaksa, pasti
ditimpa.
Tetapmu pasti neraka,
Balikmu pasti surga.
Demikianlah, mengapa?
Semua ada balasannya,
Semua ada ganjarannya.
Sebelum waktunya, maka,
Baliklah sebelum balasan tiba..!
Baliklah sebelum penyesalan tiba..!
Pintu taubat selalu terbuka
Bagi hamba-hamba-Nya yang berlumur
dosa
Bagi hamba-hamba-Nya yang penuh rasa
Kepada manusia dan Tuhan sang
pencipta.
Dialah Tuhan pemberi berita
Kepada bumi yang nyata.
Ini peringatan bagi semua
Baliklah, pintu itu masih lebar
terbuka..!
Surabaya, 8/4/’14
PEMILU
Pesta rakyat RI
Pesta demokrasi
Pesta diadakan penuh kreasi
Penentu penggerak negri ini
Mereka yang punya nyali
Yang siap memimpin negara RI ini.
Mereka mengadu nasip, panas
Di atas panggung nadi-nadi mereka
mengeras
Suara rakyat di sana jadi kipas
Rakyat hanya dibeli dengan
janji-janji dan kertas.
Hari ini, penetu nasip mereka
Mereka pada bingung, bimbang penuh
aba-aba
Karena mereka hanya bermodalkan
rakyat serta suaranya.
Pada hari ini, pikiran mereka hanya
dua:
Menang, bahagia
Kalah, bagaimana?
Bagaimana kalau kalah
Ke mana melangkah cari nafkah?
Sedang kekayaannya musnah.
Tapi kalau menang, bahagia
Juga, pasti digalakkan syukur pesta
foya, ria
Habiskan kantongnya, bahkan negara.
Pemilu habiskan kantong negara.
Surabaya, 9/4/’14
KHERRONG
Sapphen areh bulheh engak kathikah
Sapphen malem bulheh kherrong
kathikah
Sapphen areh sapphen malem dhuh
bulheh sossa
Amarkheh ethingkhel thikah
Amarkheh jheu dheri thikah
Mun thikah nesher kabulheh
Pas torheh mole bhen abhelih kabulheh
Karnah bulheh kherrong kathikah
Kherrongah bulhe kathikah tadhek
phendhingnah
Meskeh ephoropnah sakhereh
Tak endhek bulheh
Amarkheh bulhe eman kathikah
Dhuh aleek, bulheh kherrong sarah
kathikah.
Surabaya, 11/4/’14
KECEWA
Ku nunggu tak berjangka
Ku nunggu tak terkira
Sekian lama tak tersangka
Tambah lama kecewa
Nunggu hal tak pasti sulit
Makin lama waktu menghimpit pahit
Kecewapun menggigit
Merasuk tulang iga sakit
Hatipun berguman dikit
Apalah arti janji kalau khianat
Khianatku mu nya laknat
Kecewa tumbuh membubuh
Dari janji membunuh
Surabaya, 12/4/’14
DI SANA
HARAPANKU
Surabaya
Surabayaku, kamu, kalian surabaya
Dari dulu, sekarang dan yang akan
datang dirimu tempat ilmu ditimba
Dari sunan ampel denta, dan sampai
kapanpun tetap surabaya.
Di sana banyak insan mengasah impian
Di sana tempat menuai harapan
Tapi di sana juga banyak insan
mengadu nasib diterapkan
Pekerjaan tak sesuai harapan.
Tapi kamulah surabayaku
Surabaya harapanku
Surabaya, 5/5/’14